Dewi, sebut saja demikian, adalah seorang perempuan muda dengan karir yang cukup gemilang mengingat usianya baru memasuki kepala 3. Satu bulan terakhir, ia dipercaya oleh atasan di kantornya, menjabat sebagai Kepala Cabang di Tangerang. Dewi pun menggelar acara syukuran dengan mengajak rekan kerjanya makan di restoran dengan menu andalan makanan favoritnya: masakan pedas.
Suatu malam, Dewi mengeluhkan rasa tidak nyaman di dadanya. Keluhan seperti nyeri ditusuk, hilang timbul dan dominan di daerah tengah dada. Dewi juga mengeluhkan napasnya seperti tidak lampias. Dalam benaknya, ia berfikir akankah ia tengah mengalami serangan jantung. Dewi pun bergegas ke unit gawat darurat rumah sakit dekat rumahnya. Namun ketika baru tiba di ruangan UGD, kondisi yang dialami Dewi berkurang dengan sendirinya. Setelah memastikan penyebab nyeri dadanya bukan dari jantung melalui serangkaian pemeriksaan, dokter lalu memberikan pengobatan, Dewi pun diperbolehkan rawat jalan malam itu.
Kondisi yang dialami oleh bu Dewi, pada contoh kasus di atas, merupakan kondisi nyeri dada non-kardiak, atau yang disebut sebagai Non-Cardiac Chest Pain (NCCP). Tulisan berikut ini akan mengajak Anda untuk mengenali lebih dekat kondisi yang dialami Dewi tersebut.
Dua puluh lima persen dari populasi diperkirakan pernah mengalami nyeri dada dalam kehidupannya. Bagi mereka yang mengalami pertama kali keluhan nyeri dada, hanya berkisar 11-39% yang didiagnosis sebagai penyakit jantung koroner. Dari sekitar 55% pasien yang datang ke unit gawat darurat dengan keluhan nyeri dada, diketahui ternyata memiliki masalah non-kardiak (bukan dari jantung). Hampir sepertiga pasien yang menjalani prosedur kateterisasi jantung karena keluhan nyeri dada, ternyata memiliki gambaran pembuluh darah jantung (arteri koroner) yang normal. Pasien pasien ini dapat disebut mengalami nyeri dada non-kardiak atau dalam bahasa Inggris, dikenal sebagai non-cardiac chest pain (NCCP).
Apa itu Nyeri Dada Non-Kardiak (NCCP)?
NCCP dapat diartikan sebagai suatu kondisi nyeri dada bukan angina (yakni nyeri retrosternal yang dipicu oleh aktivitas dan membaik dengan istirahat) dan bukanlah suatu nyeri dada akibat penyakit jantung iskemik. NCCP secara spesifik juga dapat dikatakan sebagai suatu nyeri dada substernal atau rasa tidak nyaman berulang yang hanya bisa didiagnosis setelah melalui pemeriksaan komprehensif, bukan disebabkan masalah dari jantung.
Seberapa Sering Kondisi NCCP itu Terjadi?
Diperkirakan sekitar 23-25% dari populasi di Amerika Serikat mengalami NCCP ini. Kepustakaan lain menyatakan prevalensi NCCP berkisar 14 hingga 33%. Di Asia, kejadian berkisar 13,9 hingga 19,5%. Perempuan lebih sering mengalami NCCP dibandingkan lelaki meski NCCP dapat mempengaruhi kedua jenis kelamin. Bila dibandingkan dengan pasien-pasien nyeri dada kardiak, maka pasien-pasien NCCP ini umumnya berusia lebih muda, tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi dan atau diabetes, memiliki gambaran elektrokardiografi yang normal, lebih banyak riwayat konsumsi alkohol, lebih banyak yang perokok, dan kebanyakan sering mengalami kecemasan (ansietas). Studi terbaru juga menunjukkan bahwa angka kejadian NCCP meningkat pada perempuan yang hamil. Dari seluruh kunjungan pasien ke unit gawat darurat, sekitar 2% hingga 5% diperkirakan adalah NCCP.
Kondisi Apa yang Menyebabkan NCCP?
Beberapa penelitian mengindikasikan bahwa penyakit refluks gastro-esofagus (GERD), spasme esofagus, gangguan psikiatrik misalnya serangan panik, dan nyeri otot (muskuloskeletal) bertanggung-jawab sebagai penyebab terjadinya NCCP. Pada pasien tanpa adanya kelainan jantung, penyebab utama terjadinya NCCP adalah masalah di kerongkongan (esofagus). Sehingga beberapa kepustakaan membagi penyebab NCCP menjadi dua golongan besar yakni kelainan esofagus dan non-esofagus. GERD diduga berperan sekitar 60% sebagai penyebab NCCP yang berasal dari esofagus. Kondisi inilah yang mungkin menjadi alasan mengapa secara umum penyebab NCCP dibagi atas GERD-related NCCP dan non-GERD related NCCP. Gambar berikut menunjukkan secara ringkas, kemungkinan apa saja yang harus difikirkan pada pasien dengan nyeri dada.
Beberapa mekanisme yang berperan dalam terjadinya NCCP adalah adanya refluks asam lambung (GERD), gangguan motilitas esofagus, adanya komorbid psikologis, dan hiperalgesia viseral. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa GERD merupakan penyebab tersering NCCP. Pasien-pasien GERD yang mengalami sensasi heart burn lebih sering tampaknya berhubungan dengan peningkatan kejadian NCCP. Sebuah studi yang dilakukan di Argentina menunjukkan bahwa angka kejadian NCCP pada pasien dengan keluhan GERD yang sering (minimal sekali seminggu) sebesar 37,6%, kadang-kadang (kurang dari sekali seminggu) sebesar 28,3%; dan tanpa keluhan GERD adalah sebesar 12,2%.
Sedangkan mekanisme yang mendasari terjadinya non-GERD related NCCP antara lain adanya gangguan gerakan (dismotilitas) esofagus, adanya kelainan secara mekanik / fisik pada esofagus, adanya kontraksi otot esofagus yang terus menerus, dan adanya gangguan pada sistem saraf otonom.
Bagaimana Mendiagnosis NCCP?
NCCP sebenarnya merupakan sebuah diagnosis per eksklusionam, artinya diagnosis baru dapat ditegakkan setelah penyebab jantung untuk nyeri dada dapat disingkirkan. Di Amerika Serikat, umumnya tindakan kateterisasi jantung dilakukan oleh kardiolog untuk mengekslusi penyebab jantung untuk nyeri dada. Namun di Asia, tampaknya tidak semua kardiolog melakukan prosedur ini. Pemeriksaan yang paling sering diminta adalah pemeriksaan rekam jantung (EKG) dan treadmill-test. Penelitian yang dilakukan oleh Hanizam mendapatkan bahwa hanya berkisar 11% kardiolog di Asia Pasifik yang melakukan kateterisasi jantung untuk menyingkirkan penyebab jantung. Di Amerika, hampir separuh dari diagnosis NCCP ditegakkan oleh kardiolog. Dari kasus NCCP yang mereka tangani, ternyata hampir sebagian besar pengobatan pasien dilanjutkan pada tingkat layanan primer (dokter umum) dibandingkan dirujuk ke Spesialis Penyakit Dalam (SpPD) atau kepada Gastroenterolog (SpPD-Konsultan Gastroenterohepatologi).
Bagaimana Gejala NCCP?
Penelitian oleh Karlatfisa mendapatkan bahwa gambaran klinis antara GERD-related NCCP dengan yang non-GERD sebenarnya tidak jauh berbeda. Nyeri dada keduanya tidak berbeda dalam derajat keparahan, penyebaran dan hubungannya dengan aktivitas dan istirahat. Hanya saja, nyeri dada pada pasien dengan GERD-related NCCP biasanya terjadi pada kondisi setelah makan (postprandial) dan biasanya membaik setelah diberikan obat antirefluks dan penurun asam lambung.
Bila pasien dengan keluhan nyeri dada memiliki riwayat penyakit kronis seperti hipertensi dan atau diabetes, atau adanya riwayat penyakit jantung sebelumnya ataupun riwayat penyakit jantung di keluarga, maka dugaan ke arah penyebab jantung (kardiak) harus dievaluasi terlebih dahulu
Jika didapatkan dua dari gambaran klinis berikut ini pada pasien, maka sugestif ke arah angina (nyeri dada) kardiak (jantung) dan bila hanya mendapati satu atau tidak didapati, maka sugestif ke arah NCCP, yakni:
Rasa tidak nyaman substernal, perasaan tertekan benda berat selama beberapa menit;
Nyeri yang dipicu oleh aktivitas, emosi, pajanan dingin, atau sesudah makan dengan porsi banyak dan cepat; dan
Nyeri yang membaik dengan istirahat atau pemberian nitrogliserin, biasanya adalah angina kardiak.
Apa yang Harus Diwaspadai dari NCCP?
Ketika menghadapi pasien dengan NCCP, perlu dilihat ada tidaknya kondisi bahaya (alarm symptoms) seperti anemia (paling sering defisiensi besi), penurunan berat badan yang tak ddapat dijelaskan, tidak nafsu makan (anoreksia), keluhan yang makin memberat, adanya BAB kehitamann (melena) atau muntah kehitaman (hematemesis), dan keluhan sulit menelan (swallowing difficulty). Beberapa pilihan pemeriksaan lanjutan yang dapat dilakukan adalah endoskopi, tes penghambat pompa proton (PPI test), dan manometri esofagus. Di Asia, tampaknya yang kerap dilakukan adalah endoskopi, PPI-test, EKG dan rontgen dada.
Bagaimana Menangani Kondisi NCCP?
Tata laksana NCCP sebenarnya disesuaikan dengan kondisi yang kemungkinan mendasari. Pada pasien GERD-related NCCP, penggunaan obat penurun produksi asam lambung dosis tinggi dikombinasikan dengan modifikasi gaya hidup ternyata memberikan angka resolusi yang paling baik. Sedangkan pada pasien non-GERD-related NCCP, pemberian obat anti-nyeri adalah landasan utama pengobatan.
1) GERD-related NCCP
Modifikasi gaya hidup adalah suatu kondisi pertama yang harus disampaikan dokter kepada pasien sebelum pemberian obat-obatan. Perubahan gaya hidup meliputi peninggian posisi kepala saat tidur, menurunkan berat badan, mengurangi kebiasaan konsumsi makanan pedas, minum kopi, teh, tidak minum alkohol, berhenti merokok, dan juga sari buah yang asam seperti jeruk atau lemon. Perlu dievaluasi juga ada tidaknya penggunaan obat-obatan yang dapat memicu peningkatan produksi asam lambung seperti obat penahan nyeri atau anti-peradangan (inflamasi) seperti steroid. Selain itu, pasien juga perlu diedukasi untuk mengurangi kecemasan (ansietas) yang berlebihan.
Selanjutnya dokter akan memberikan pengobatan untuk menurunkan produksi asam lambung seperti golongan antagonis reseptor H2 (H2RA) dan penghambat pompa proton (Proton Pump Inhibitor - PPI). Efikasi pemberian H2RA terhadap pengendalian gejala pasien GERD-related NCCP berkisar 42% hingga 52%. Pemberian obat golongan PPI dapat memberikan perbaikan (resolusi) sempurna pada 57.1% pasien dengan NCCP. Prinsipnya, pasien dengan GERD-related NCCP, sebaiknya diberikan PPI dengan dosis ganda hingga keluhan berkurang. Lalu dosis diturunkan perlahan untuk menentukan dosis PPI terendah yang dapat mengontrol keluhan.
2) Non-GERD related NCCP.
Prinsip pengobatannya adalah dengan menggunakan modulator (pengatur) nyeri esofagus. Sehingga, obat-obatan yang dapat mengubah persepsi nyeri esofagus menjadi terapi utama pada pasien-pasien ini.
Kepustakaan:
Firmansyah, MA. Pendekatan dan Tata Laksana Nyeri Dada Non Kardiak. Medicinus. 2017;30:64-7.
Fass R, Achem SR. Noncardiac chest pain: epidemiology, natural course and pathogenesis. J Neurogastroenterol Motil. 2011;17:110-23.
Karlaftisa A, et al. Clinical characteristics in patients with non-cardiac chest pain could favor gastroesophageal reflux disease diagnosis. Ann Gastroenterol 2013;26: 1-5
Cremonini F, et al. Diagnostic and therapeutic use of proton pump inhibitors in non-cardiac chest pain: a metaanalysis. Am J Gastroenterol.2005;100:1226–32.
Rey E, et al. Atypical symptoms of gastroesophageal reflux during pregnancy. Rev Esp Enferm Dig. 2011;103:129-32.
Terimakasih dr Madif atas edukasinya